Islam Tak Memiliki Rasa Nasionalisme; Benarkah?
By; Aminuddin eL-Buqizie
Islam adalah sebuah agama yang mencakup segala segi dalam lingkup kehidupan, baik dalam segi ibadah, yang terkait didalamnya hubungan antara hamba dengan Sang Kholiq, begitu pula dengan mu`amalat, yang terkait hubungan antar hamba dengan hamba, atau dengan kata lain, hubungan antara manusia dengan manusia yang mengandung makna integral dan universal, hal ini meliputi hubungan perdagangan, kemasyarakatan dll. Islam juga mencakup segala segi dalam urusan berbangsa dan bernegara, sebagaimana pada masa kejayaan Islam yang dipimpin oleh seorang amir yang kemudian disebut sebagai pemimpin tertinggi dalam sebuah daulah (baca;Negara). Dan telah terang bagi kita semua bahwa Islam merupakan sebuah agama yang menyeru kepada keselamatan dengan jalan tunduk dan patuh pada aturan dan undang-undang yang Allah berikan demi kemaslahatan umat manusia. Bukan hanya untuk kalangan bangsa arab, tempat dimana Islam terlahirkan tapi Islam merupakan رحمة للعالمين “rahmat bagi seluruh alam”, artinya Islam adalah ideologi keselamatan yang diserukan untuk manusia penghuni alam secara keseluruhan tanpa memandang warna kulit, ras, suku dan bangsa.
Sedangkan berbicara soal nasionalisme, hal ini adalah sebuah ideologi yang telah di propagandakan oleh kaum nasionalis. Nasionalisme merupakan sebuah faham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah Negara (dalam bahasa inggris “nation”) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekumpulan manusia yang berkecimpung dalam sebuah territorial kedaulatan (baca;kenegaraan) yang pada umumnya hanya terlahir atas dasar budaya. Contoh yang paling mendasar dalam konteks ini, misalnya pada abad ke-18, nasionalisme kaum Irish dipimpin oleh mereka yang menganut agama Protestan. Gerakan nasionalis di
Pada zaman moderen ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta sipil.
Islam dan Nasionalisme.
Tatkala sebagian orang menganggap bahwa Islam tidak memiliki rasa nasionalisme, betulkah demikian?. Ketika kita menela`ah dan melihat ulang dari fenomena dan fakta yang sudah ada sebelumnya, maka kita akan menemukan jawaban dari keraguan yang mereka lontarkan.
Seperti yang kita ketahui, bahwasanya nasionalisme sudah menjadi sebuah isme yang dianut oleh setiap negara. Islam, ketika dihadapkan dengan sebuah isme, kita akan menemukan bahwa Islam memandang tidak ada sisi baik dari sebuah isme, kecuali telah dirangkum dan diisyaratkan dalam dakwah agama ini. Dimana dakwah Islam adalah bersifat universal dan intergral.
Jika para nasionalis menyerukan bahwa nasionalisme adalah mencintai tanah air, akrab dengannya, dan ketertarikan pada sesuatu disekitarnya, maka hal ini disatu sisi telah tertanam dalam fitrah manusia, dan disisi lain diperintahkan oleh Islam.
Telah terbukti di kalangan para sahabat radiallahu `anhum yang telah mengorbankan segalanya demi akidah dan agama, diantaranya sahabat Bilal r.a. Dan juga Bilal r.a. yang mengungkapkan kerinduan pada Mekah melalui bait-bait syair yang lembut dan indah.
Oh angan… mungkinkah semalam saja aku dapat tidur
Di suatu lembah, dan rumput idkhir serta teman disekitarku
Mungkinkah sehari saja aku mendatangi mata air mijannah
Mungkinkah Syamah dan Thafil nampakkan diri padaku
Begitu pula tatkala Rasulullah SAW mendengar gambaran Mekah dari Ushail, tiba-tiba saja air mata beliau bercucuran, karena rindu padanya. Maka beliau berkata, “wahai Ushail, biarkan hati ini tenteram”.
Jika para nasionalis menyerukan bahwa nasionalisme adalah keharusaan serius bekerja untuk membebaskan tanah air dari penjajah, mengupayakan kemerdekaannya, serta menanamkan makna kehormatan dan kebebasan dalam jiwa putra-putrinya, maka hal ini telah terdapat tauladan terbaik pada kaum Muslimin Indonesia di saat perjuangan kemerdekaan tanah air indonesia dari tangan penjajah. Dimana hampir mayoritas perjuangan dipimpin oleh kaum santri dengan keberanian yang luar biasa, dan ketulusan yang takkan terbeli dengan sesuatu yang lebih murah nilainya.
Jika para nasionalis menyerukan bahwa nasionalisme adalah memperkuat ikatan antar-anggota masyarakat di satu wilayah dan membimbing mereka menemukan cara pemanfaatan kokohnya ikatan untuk kepentingan bersama, maka Islam menganggap itu sebagai kewajiban yang tidak dapat ditawar. Nabi SAW telah bersabda, “dan jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara”
Lain dari pada itu, mereka penganut nasionalisme menganggap bahwa sebuah Negara hanya dibatasi oleh territorial dan batas-batas geografis saja, namun Islam jauh lebih luas dari pada itu. Dimana Islam melihat bahwa seluruh tanah air berhak mendapatkan penghormatan, penghargaan, kecintaan dan jihad demi kebaikannya. Islam tidak berkehendak untuk terjebak dalam sebuah urusan wilayah terbatas dan sempit dimuka bumi ini, karena adanya berbagai ikatan maka hubungan akan menjadi renggang, kekuatan melemah, dan tentunya musuh akan menggunakan kesempatan untuk merasuk dan menghasut sebagian, hingga pada akhirnya ikatan terputus kemudian terjadilah perpecahan antara sesama muslim yang mengakibatkan lemahnya kekuatan Islam. Dan ketika suatu bangsa hendak memperkuat dirinya dengan cara merugikan bangsa lain, maka dijamin seratus persen Islam tidak akan pernah ridha dengan hal ini.
Jika nasionalisme yang mereka anut dimana seluruh perhatian hanya tertuju pada kebaikan dan kemerdekaan negaranya saja, kemudian memfokuskan pada aspek-aspek fisik semata. Maka Islam lebih luas daripada itu. Islam dengan cahaya Ilahi membimbing manusia menuju rahmat. Smuanya dilakukan untuk mencari ridho Allah semata, dan membahagiakan alam denganNya. Sehingga seluruh dunia mampu bekerjasama membangun dunia yang penuh rahmat dan kasih. Bukan tujuan untuk memperbudak bangsa lain, bukan pula untuk mecari popularitas, harta dan kekuasaan atas bangsa lain.
Akhir kata, kita simak perkataan Prof. Dr. Taufiq Yusuf al-Wa’iy di dalam bukunya Pemikiran Politik Kontemporer. Dijelaskan, bahwa sesungguhnya, Islam telah memerintahkan agar setiap orang bekerja demi kebajikan negerinya, untuk mempersembahkan pengabdiannya, untuk memberi kebajikan sebanyak yang dia mampu kepada masyarakat yang ia hidup di tengahnya, dan untuk mempersembahkan hal itu mulai dari yang terdekat, kerabat, famili, dan tetangga, hingga zakat tidak boleh didistribusikan lebih jauh dari jarak shalat qashar –kecuali terpaksa– karena memperhatikan yang lebih dekat terlebih dahulu.
Selaku Muslim sejati maka tentu ia akan senantiasa berjuang dan memberikan sumbangsi untuk bangsa dimana ia berasal, dan ketika Negaranya diserang oleh kaum penjajah maka sudah pasti iapun akan turut membela, contoh konkrit, sejak dulu hingga sekarang masyarakat Palestina masih dalam peperangan melawan zionis Israel yang ingin menguasai Jerussalem, bukankah ini bagian daripada bentuk nasionalis yang mereka agungkan itu. Seorang Muslim tentu akan senantiasa mengharapkan bangsa dan negaranya untuk mendapatkan kejayaan dan ketentraman serta menghendaki kemaslahatan dan kebaikan untuk masyarakat yang hidup didalamnya. Jika kemerdekaan diraih dengan jutaan darah umat Islam telah tumpah ditambah sikap hidupnya yang senantiasa akan disumbangkan demi kemaslahatan bangsa dan Negara, lantas apa lagikah yang kurang?.
Wallahu`alam bish-showab.
2 Comentários:
Geelaaa'... Antum bisa bahasa Arab ya?? Ulasan tentang nasionalisnya sungguh cerdas dan untelektual. Barangkali saya bisa belajar dari antum dari tulisan-tulisan yang dibuat??
boleh.. insya Allaah..
Post a Comment